Mencermati Arti Mukjizat Al-Quran dari Segi Bahasa

Siapalah yang tak punya mimpi tinggi-tinggi demi dunia yang lebih baik? Semua berharap.
Kita sering
berjalan mengelilingi kota dan penjurunya melihat realitas yang terjadi bahwa
dunia ini bukanlah tempat yang aman untuk menetap lama-lama, kita melihat
ancaman di mana-mana.
Aku mendengar
banyak hal tentang Mesir sebelum tiba di sana, tapi saat kutiba nyatanya
berbeda dengan apa yang pernah kudengar, banyak ancaman. Ancaman bukanlah harus
berupa sesuatu yang melukai, namun pula sesuatu yang melupakan. Aku mendengar
tentang orang brandal di gang gelap, aku mendengar sikap amoral pribumi, aku
mendegar keributan, aku mendengar todongan, aku mendengar penangkapan, semua
yang kudengar itu tak menimpaku, tepatnya belum dan semoga tidak menimpa. Namun
ancaman yang menimpaku itu justru bukanlah melukai, tapi membuatku pergi dari
jalan yang semestinya. Aku mendengar orang malas, aku mendengar orang yang
salah jalan, aku mendengar orang yang rehat dengan kehidupan yang tak maju, aku
mendengar orang yang membusuk di tempat tidur. Sekilas tak berdampak, tapi
terbawa. Aku terbangun tanpa tujuan, terbaring dengan rasa rindu akan waktu
yang lebih bermakna, aku takut tak mendapatkan secuil apa-apa, aku membusuk di
tempat tidur.
Dunia ini
memanglah ladang berjuang, memanglah tempat yang tak seimbang. Aku telah
berjuta-juta kali menuliskan soal dunia yang aku pun tenggelam di dalamnya.
Intinya dunia bukanlah tempat yang layak ditinggali lama-lama. Kita harus pergi
meskipun cara pergi itu mengerikan dan menyedihkan. Bukan bermaksud untuk
mengajak bunuh diri, tapi mengajak untuk tidak begitu heboh pada dorongan mata
manusia.
Cobalah kau
pergi ke pemakaman, adakah kau ingat siapa dia?
Adakah kau
kenal apa pencapaiannya selama hidup?
Atau tak perlu
pergi ke sana, cukup kau renungkan, apakah nenek moyangmu tahu siapa kamu dan
kamu kenal siapa nenek moyangmu? Tidak bukan.
Itulah tanda
kita tercipta untuk terlupakan.
Dewasa ini,
kita sedang gencar-gencarnya mencari jati diri, ingin terlihat hebat di antara
kawan-kawannya. Saling bersaing siapa yang paling tinggi derajat sosialnya di
antara kumpulannya. Suka, pengikut, pelihat, dan cerita Instagram yang menarik
menjadi takaran hidup baru untuk menilai kehidupan bahagia seseorang, padahal
nyatanya kebahagiaan itu hanyalah beberapa saat dari banyaknya waktu yang
terbuang atau masalah yang tak tertuang. Orang-orang mencari ilmu untuk
dikatakan alim dan dihormat, orang-orang berkuliah untuk terhindar dari
cemoohan masyarakat, orang-orang tak mengakui orangtuanya untuk lari dari
dikata “manja”, orang-orang bergelut gengsi yang sekejak kelak manusia akan
lupa.
Sebuah jalan
terjal, hidup menuntut untuk bertahan tapi pula menuntut untuk tidak peduli
pada ucapan manusia. Kita harus menjadi siapa yang Tuhan dan diri kita inginkan
dan bukan menjadi apa yang orang lain lihat dari kita.
Dewasa itu
banyak tuntutan, kita selalu mencari pelarian dari kata-kata buruk dan mencari
jalan masuk untuk puji-pujian, kita selalu mencari pelarian dari sinis dan
mencari jalan masuk untuk terpukau. Dua hal itu hanya sebatas mata dan lidah
yang tak berdampak, hanya pada kepuasan batin.
Banyak manusia
dewasa yang depresi karena tuntutan itu, depresi oleh cemoohan, depresi oleh
gengsi, depresi oleh sinis. Cobalah tenangkan diri kita bahwa kita tercipta
untuk terlupakan, maka tak perlu kita fokus berkarir untuk menggapai kerelaan
mereka.
Kita tercipta
untuk terlupakan dan dalam waktu yang bersamaan kita tercipta untuk mengabdi
pada Sang Pencipta yang tak akan pernah melupakan kita. Kerelaan manusia adalah
tujuan yang tak berujung, kerelaan Tuhan adalah tujuang yang tak sia-sia, maka tinggalkanlah
tujuan yang tak berujung itu dan fokuslah pada yang tak sia-sia. Saat Allah
memujimu dan memandangmu baik, maka itu tak akan sebatas hanya pujian dan
pandangan, akan tetapi Dia mampu membalaskan itu dengan sesuatu yang lebih
baik, baik di dunia maupun di akhirat.
Manusia dewasa
yang cerdas adalah dia yang mengintropeksi diri dan berbuat untuk apa-apa yang
datang setelah mati demi kerelaan Tuhan.
Dunia ini penuh
ancaman, baik yang melukai ataupun melupakan, maka cara agar kuat berjalan
adalah dengan berharap pada Tuhan semata, di mana Dia yang berkehendak untuk
membuat kita terluka ataupun selamat, dan Dia pula yang menjadikan kita teguh
ketika mencari arah hidup lebih baik di saat sekitar mendorong kita untuk
jatuh.
Tanyakan pada
Tuhan apa yang terbaik untukmu.
Komentar
Posting Komentar