Mencermati Arti Mukjizat Al-Quran dari Segi Bahasa

Gambar
Diri kita terdiri dari dua hal yaitu jasad dan ruh. Jasad harus diberi gizi yang cukup untuk tumbuh kuat dan gizinya berbentuk materi seperti makanan dan minuman. Begitu juga dengan ruh yang membutuhkan asupan gizi, namun gizinya bukan berbentuk materi melainkan maknawi yaitu hidayah. Sebagaimana Allah memudahkan kita untuk mendapatkan asupan gizi materi bagi jasad kita, Allah juga telah memudahkan kita untuk mendapatkan hidayah itu sebagai asupan gizi maknawi bagi ruh kita, dengan cara diutusnya para rasul untuk menuntun manusia kepada jalan yang benar dan juga diberikan pula pada manusia akal sehat agar mudah untuk meyakini apa yang dibawakan oleh para rasul. Para rasul diutus kepada kaum yang sudah mulai melenceng dari jalan yang benar, seperti kaum Nabi Nuh yang sejak 10 abad menyembah Allah lalu kemudian mereka berpaling menuju penyembahan patung akibat perilaku mereka yang berlebihan terhadap orang saleh, maka Allah pun mengutus Nabi Nuh untuk mengembalikan mereka menuju penyem

3 Prinsip Dasar Pendidikan

Di masa sekarang ini, mungkin kita merasa bahwa ada banyak sekali kekurangan dalam sistem pendidikan di Indonesia. Dari banyaknya kabar buruk yang datang dari dunia pendidikan menjadi bukti bahwa ada banyak kesalahan yang harus dibenahi. Fenomena paling lazim ditemukan adalah pergaulan bebas di antara para siswa sehingga berseberangan dengan moral yang berlaku dan ilmu yang dipelajarinya. Para siswa keluar dari sekolah bagai hewan buas dilepaskan dari sangkarnya, bebas dan hidup semaunya, bahkan mengganggu ketertiban umum. Para siswi banyak kehilangan kehormatan dan sudah dianggap normal. Seperti yang terjadi di Ponorogo beberapa waktu lalu, para wali murid banyak yang meminta dispensasi nikah untuk putri-putrinya karena hamil di luar nikah. Tawuran sudah menjadi kebanggaan tersendiri di antara mereka. Maka, tak perlu dipaparkan lebih detail karena fenomena ini telah diketahui secara umum.

Pendidikan sudah menjadi nama yang tak membekas di dahi para pelajar. Bahkan para pendidiknya pun butuh diajar. Entah rencana siapa, tapi serasa ada yang mengaturnya untuk menghancurkan akal sehat dan membuang ilmu ke selokan. Dasar konspirator! Tapi dirasa memang ada atau karena sudah terlalu rusak generasi ini. Entahlah.

"People are not educated on how to think, they are educated on what to think." Begitu kata Gamal dalam video di kanal YouTube miliknya.

Mungkin bukan untuk zaman sekarang saja, tapi dari dahulu pun masalah pendidikan selalu menjadi suatu hal yang dipikirkan. Setiap zaman pasti punya metodenya tersendiri, seperti Yunani kuno yang tidak senang mengapresiasi karya karena menurut mereka "Itu akan menciptakan ketidakseimbangan cita sehingga orang menujukan karya untuk dirinya dan apresiasinya, bukan untuk Athena." Mereka menuntut karya haruslah ditujukan untuk kota, bukan kepentingan pribadi.

Meskipun pendidikan selalu dipertanyakan. Tapi, menurutku ada sebuah kesalahpahaman yang jelas bahwa pendidikan hanya dibatasi oleh lembaga dan mengganggap bahwa itu adalah tanggungjawab para guru di sekolah. Pendidikan adalah kewajiban setiap orang dan pendidikan tak sebatas penyampaian materi ajar dan sudah. Pendidikan mencakup moral, pola pikir, pengetahuan, dan gaya hidup. Maka, pendidikan itu kewajiban guru sebagai penyampai bahan ajar, orang tua sebagai pembentuk moral, lingkungan sebagai sumber gaya hidup, dan buku sebagai pencipta pola pikir.

Dari mirisnya dunia pendidikan kini, aku ingin menyampaikan opiniku tentang perkara ini. Aku sebenarnya tak pantas untuk membangun opini masyarakat karena bukan ahli, tapi beropini adalah bagian dari kebebasan berpendapat. Aku pun pelajar dan masih memungkinkan untuk menggali lebih dalam kekurangan dunia pendidikan dan membenahinya. Dan dikarenakan aku pelajar, maka opini ini pastilah memiliki kekurangan dan wajid didiskusikan.

***

Setiap orang memiliki konsepnya sendiri dalam menentukan prinsip dasar pendidikan. Aku bukanlah seorang guru. Aku pun bukan seorang ahli. Bukan pula peneliti. Tapi, aku adalah perenung. Aku suka mencermati sekitar dan mencari solusi yang membebani pikiranku.

Menurutku ada tiga prinsip dasar pendidikan, terutama dalam pendidikan Islam yang harus diutamakan dan diterapkan. Aku menemukan tiga prinsip ini dari hasil membaca kisah sejarah, merenung, dan mencermati lingkungan.

1. Akidah

Islam ini tak serta-merta hanya sebuah nama agama yang tersemat dalam kartu KTP, atau hanya sekedar “Yakin, Allah itu ada.” Tapi, haruslah kita mempelajari bagaimana hakikat Islam itu dan apa konsekuensinya. Islam ini bagai pohon yang punya akar dan cabang-cabang di atasnya. Akar adalah akidah dan cabang-cabangnya mencakup ibadah, fikih, dan akhlak.

            Allah berfirman, “Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit.” (14:24) Kalimat yang baik ditafsirkan sebagai kalimat Tauhid, inti dari akidah Islam. Saat akar ini kuat, maka sekencang apapun badai menerjang pohon akidah, dia tak akan tumbang, paling tidak hanya cabang-cabangnya saja yang berterbangan sedikit oleh angin.

            Aku pandang penting akidah sebagai dasar prinsip pendidikan bagi anak karena akar harus ditanam sejak kecil untuk mengkokohkan anak sebelum datang berbagai macam pemikiran saat dewasa kelak. Belajar akidah yang benar adalah kewajiban bagi setiap muslim karena bagaimana dia dapat disebut sebagai muslim sebenarnya sedang dia pun tak tahu apa Islam itu dan bagaimana cara pandangnya. Belajar akidah pun tak dibatasi umur, tak ada kata terlambat untuk mencari akidah yang benar, namun belajar akidah sejak kecil akan memudahkan dia menerima makna akidah itu karena otak yang belum tercampur penyimpangan. Sedangkan orang dewasa yang matang akalnya akan sulit menerima suatu pemikiran yang berbeda dengan apa yang dia anut selama ini.

            Jarang sekali kita melihat anak-anak yang mengerti betul akidah yang benar di zaman ini. Mungkin kita dahulu belajar tentang rukun Iman dan Islam, tapi semua itu bagai hanya pengetahuan tanpa membekas dalam keseharian. Memang, kita perlu mengajarkan akidah pada anak dari hal termudah, tapi pendalam dari makna itu semua diperlukan, terutama memberikan contoh konsekuansi dari akidah itu.

Contohnya, kita mengajarkan rukun Iman yang pertama: Iman kepada Allah, lalu jelaskan maknanya, semisal “Kita harus yakin dengan keberadaan Allah. Allah Maha Melihat, Dia melihat setiap perbuatan kita.” Kemudian berikan contoh, (walau metode ini mungkin sudah diterapkan) “Misalnya, kamu sedang sendirian di toko dan tak ada satu orang pun melihatmu, lantas kamu terbesit untuk mencuri. Ingatlah walau tak ada yang melihat, tapi Allah melihatmu.” Kurang lebih seperti itu, guru lebih tahu metode terbaik dalam menyampaikan agar lebih mudah dicerna dan membekas dalam diri anak. Memang terlihat sepele, tapi bila benar penyampaiannya itu akan berdampak besar pada diri anak. Guru harus menghadirkan spirit agar ilmu itu tersampaikan dengan baik ke hati murid.

Sebenarnya aku belum pernah meneliti atau mendengar kisah tentang bagaimana metode pembelajaran akidah kepada anak di negeri Syam, tapi kulihat bagaimana mereka sangat mengenal Allah di usia yang masih belia, seperti video viral yang menunjukan anak kecil yang selamat dari reruntuhan akibat gempa di Suriah dan Turkiye beberapa waktu yang lalu, dia mengucapkan kata yang mungkin tak terpikirkan oleh kita, “Aku terjebak dan aku belum sholat.”

Bagaimana orang tuanya mendidik dia sampai-sampai dia merasa bersalah ketika belum melaksakan sholat padahal dalam keadaan genting seperti itu, lagi pula dia belum baligh dan terhalang udzur. Tapi begitulah saat akidah ditancapkan pada anak sejak dini dengan penyampaian yang baik, akan membekas dalam perilaku dan masa depannya. Kita harus mencari cara terbaik menyampaikan akidah ini.

Akidah adalah pondasi awal yang akan membangun dua prinsip dasar setelahnya. Sebagaimana Lukmanul Hakim mengawali nasihatnya untuk anaknya dengan pembangunan akidah,  ”Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (31:13) Mewanti-wanti anak dari kesyirikan adalah bagian dari penanaman akidah yang benar. Kita tahu bahwa kesyirikan adalah dosa terbesar dalam Islam yang membuat pelakunya murtad dan tak diampuni dosanya, kecuali Allah berkehendak lain.

Apa itu akidah?

            Akidah secara bahasa bermakna ikatan karena akidah adalah “Sesuatu yang mengikat pada hati seseorang kemudian dia melaksakan agama di atas keyakinan itu.” Akidah menurut syar’i bermakna “Rukun Iman yang enam dan apa-apa yang mengikuti hal tersebut dari perkara-perkara akidah yang diwajibkan beriman padanya dengan keimanan yang kuat dan tidak tercampur oleh keraguan.”

Bagaimana akidah yang benar itu?

            Akidah yang benar adalah akidah yang berdasarkan Al-Quran dan Sunnah sesuai pemahaman generasi awal umat Islam. Akidah yang benar dipahami dengan mendahulukan naql (dalil syari) daripada akal. Bagaimana cara mencari akidah yang benar? Akidah yang benar akan sangat ketat dan mencegah serapat-rapatnya pintu kesyirikan dan inovasi dalam agama demi menjaga kemurnian agama Islam, maka cara mencari akidah yang benar adalah dengan melihat ciri-ciri tersebut.

Apa manfaat akidah yang benar bagi anak?

            Akidah adalah ilmu yang paling agung dan lebih penting dari apapun, bahkan ibadah sekalipun. Apa gunanya ibadah sedangkan dia meragukan keyakinan pada Allah dan keberadaan-Nya, atau apa gunanya ibadah tapi tak sesuai tuntunan syariat. Ibadah itu pada asalnya haram hukumnya sampai datang dalil yang mensyariatkan ibadah tersebut. Ibadah yang tak berdasar akan ditolak, sebagaimana disebutkan dalam dalil-dalil syari.

            Salah satu manfaat akidah yang benar bagi anak adalah menambahkan rasa takut kepada Allah dan menjauhkannya dari kemaksiatan. Fenomena kenakalan anak sekarang memang sudah dianggap wajar, tapi itu semua tak sermat-merta terjadi karena pergaulan saja, melainkan ketiadaan pondasi akidah dalam dirinya sejak dini. Anak memiliki daya tangkap yang baik, bahkan dapat memilah mana yang seru baginya. Anak saat sudah tercemar lingkungan yang buruk sejak kecil akan sulit diperbaiki karena anak mudah meniru dan hasil tiruan itu akan menjadi kebiasan hidupnya. Betapa bagusnya saat anak diajarkan akidah yang benar sejak kecil, akan sangat kokoh dan menjadi pendiriannya. Ketika cara pandang anak sudah terbentuk dan terjaga dengan akidah yang benar, maka dia akan selektif dengan sendirinya dalam melihat hal-hal yang ada di hadapannya. Dia akan tahu mana yang baik dan mana yang buruk, dan akan lebih condong ke hal-hal yang baik karena pondasi akidah yang mendorongnya ke sana.

            Maka, di sini amatlah penting mencari sekolah atau madrasah yang menanamkan akidah yang benar serta mencari guru yang mumpuni dalam ilmu ini dan mampu menyampaikan dengan baik pada anak secara interaktif yang menyenangkan dan pendekatan yang intensif. Begitu pula peran orang tua yang harus lebih dulu mengenal akidah yang benar. Maka, persiapan sebelum menikah itu tak hanya soal mengatur cinta, kesetiaan, hak-hak suami-istri, tapi yang lebih penting dari itu adalah menyiapkan pendidikan yang terbaik bagi anak yang akan menjadi investasi dunia-akhirat. Orang tua adalah sekolah pertama dalam hidup anak. Orang tua yang harusnya menjadi yang pertama dalam menanamkan akidah yang benar.

        2. Akhlak

Setelah akidah, yang harus ditanamkan pada anak adalah akhlak. Pembentukan akhlak akan mudah saat punya akidah yang kuat. Telah disebutkan bahwa manfaat akidah adalah menjaga dari kemaksiatan dan akhlak yang buruk adalah bentuk kemaksiatan.

            Bila di Barat, mereka tak peduli dengan moral siswanya, yang penting cerdas, pintar, dan punya gelar yang tinggi. Maka, dalam Islam kita diajarkan untuk menggabungkan antara ilmu dan moral. Contohnya, dalam ilmu hadits, seorang tak diterima riwayat hadistnya bila dia pembohong bahkan walau sekali dalam hidupnya. Moral dalam Islam menjadi amatlah sakral dan wajib sekali dimiliki oleh setiap penuntut ilmu. Bahwa keberkahan adalah kunci sukses kehidupan dan moral yang buruk akan menghilangkan keberkahan. Keyakinan itulah yang membuat moral disakralkan agar tumbuh luhur dan ilmu pun tak disalahgunakan.

Itulah mengapa akhlak menjadi prinsip dasar pendidikan anak karena Islam adalah agama yang mendahulukan akhlak dalam segala bentuk kehidupan. Sebagai agama yang rahmatanlil'alamin, maka seorang muslim wajib menunjukkan akhlak yang baik sebagai media dakwah.

Sama halnya dengan akidah, akhlak pun harus diajarkan sejak dini agar menjadi kebiasaan yang menempel pada diri anak. Akidah yang benar akan memunculkan akhlak yang mulia, namun akhlak pun tetap harus diajarkan pada anak agar dia tahu langkah-langkah menjadi orang yang berbudi luhur, tahu bagaimana bercakap pada yang tua, bergaul dengan yang sepantaran, berlemah lembut dengan yang lebih muda.

Imam Al Ghazali menjelaskan bahwa “Akhlak adalah salah satu sifat yang tertanam di dalam jiwa manusia yang dapat menimbulkan suatu perbuatan yang mudah dilakukan tanpa adanya pertimbangan pemikiran lagi. Atau dalam artian lain, akhlak adalah perilaku spontan seseorang dari dalam dirinya.

Sebuah sifat atau perilaku akan menjadi tindakan spontan tatkala dia memiliki kesadaran dan sudah terbiasa melakukan hal tersebut. Dan ini adalah jawaban dari mengapa anak muda sekarang tak malu untuk melakukan perilaku menyimpang padahal di hadapan orang ataupun dia sebarkan sendiri? Ya, karena mereka melakukan itu dengan sukarela, tanpa paksaan dan rasa malu melakukannya, mereka sudah terbiasa dengan tindakan tersebut sehingga merasa bahwa apa yang mereka lakukan adalah lumrah saja. Itulah saat akhlak yang buruk telah menjamur menjadi sifat yang sulit dihapuskan.

Maka, untuk mengubah akhlak yang buruk menjadi baik itu amatlah sulit bagi remaja, tapi mudah bagi anak-anak. Oleh karena itu, pendidikan haruslah dimulai dengan penanaman akhlak yang baik, sebagaimana para ulama yang belajar akhlak bertahun-tahun sebelum ilmu, karena dengannya ilmu itu akan diberkahi.

Pemeran utama dalam penanaman akhlak mulia ini adalah—sekali lagi—orang tua, karena merekalah "idola" di mata anaknya. Seseorang yang pasti diikuti langkahnya. Istilah "like father, like son." itu fakta. Maka, orang tua haruslah menjadi yang terdepan berperilaku baik dan berbudi luhur. Saat orang tua memiliki budi yang luhur, maka "buah tak akan jatuh jauh dari pohonnya."

Kemudian, harusnya bergaul baik dengan anak dan tahu ucapan apa dan perbuatan apa yang membuat anak itu merasa tersakiti. Mungkin, waktu kecil dia masih bisa merengek dan mengiyakan saja. Tapi, tatkala besar dia akan mampu mencari pelampiasan lain untuk masalahnya. Rata-rata orang yang berakhlak buruk adalah karena orang tua yang tak menunjukkan kasih sayang, kurang memperhatikan anak, akhlak orang tua yang buruk atau sering mengucapkan bahasa-bahasa yang tak disadari itu menyakiti hati anak, dan yang lebih parah adalah keluarga berantakan (broken home) sehingga anak lari dari rumah untuk mencari orang lain yang mampu "menerimanya" apa adanya. Akhlak anak akan muncul tatkala dia merasa dihargai oleh orang tuanya. Penghargaan yang baik bukanlah hadiah berbentuk materi, tapi menunjukan cinta pada mereka dan memberi tepuk tangan pun adalah berharga dan sebuah penghargaan.

Setelah orang tua menjadi teladan bagi anaknya, barulah mereka mengajarkan anak tentang bagaimana akhlak mulia itu. Dimulai dari sifat jujur. Kejujuran adalah pangkal kebaikan, segala kebaikan datang tatkala seseorang jujur. Dan bohong adalah pangkal dari keburukan, maka tak heran anak yang buruk akhlaknya adalah rata-rata pembohong. Kejujuran ditanamkan pada anak dengan: Pertama, jangan berkata bohong pada anak meskipun untuk menghibur, contohnya menipu anak dengan permen yang tidak ada untuk menghentikan tangisannya. Kedua, orang tua harus sering menceritakan kisah-kisah nyata dari orang-orang hebat, bukan khayalan atau mitos setempat walau berisikan faedah. Ketiga, orang tua harus menjadi panutan anak dalam berperilaku jujur, jangan sampai anak diajarkan kejujuran tapi suatu ketika dia melihat orang tuanya yang justru berbohong demi suatu kepentingan.

Ajarkan pula adab-adab dalam Islam, semisal larangan jangan berkata kasar dan membatasi bergaul dengan lawan jenis. Atau mengajarkan pada anak akhlak yang mulia sesuai dengan urutan yang disampiakan oleh Lukmanul Hakim ketika menasihati anaknya:

  • ·       Ajarkan pada anak untuk selalu bersyukur atas apa yang orang tuanya dan dia miliki, karena sumber kebahagian ada pada syukur dan sabar. (31:14)
  • ·       Ajarkan anak untuk bersikap baik pada orang tua sebagaimana Lukmanul Hakim berkata pada anaknya untuk tidak bersikap keras walau orang tuanya berbuat kesyirikan, akan tetapi perlakukan keduanya dengan baik dan tetap taati mereka selama mereka tak menyuruh anak untuk berbuat maksiat pada Allah. (31:15)
  • ·       Ajarkan anak untuk selalu meneladani orang-orang saleh melalui kisah mereka yang kita sampaikan. (31:15)
  • ·       Ajarkan anak untuk selalu berhati-hati pada keburukan yang dianggap sepele dan jangan pula menyepelekan perbuatan baik yang kecil, karena sebesar biji sawi dari sebuah perbuatan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. (31:16)
  • ·       Ajarkan anak untuk selalu mendirikan sholat, karena sholat yang benar menjaga anak dari perbuatan keji dan mungkar. Kemudian ajarkan untuk berani menyeru pada kebaikan dan mencegah kemungkaran di sekelilingnya, minimal di lingkungan keluarga. Dan ajarkan pula untuk selalu bersabar dari setiap masalah, karena anak yang tidak diajarkan sabar, dia akan mudah depresi dan stres ketika ada masalah. (31:17)
  • ·       Ajarkan anak untuk tidak bersikap sombong atas apa yang dia miliki, karena kesombongan akan membuat anak rakus dan boros, dan tak punya sifat sederhana, serta membuat dia selalu merendahkan orang lain, membully, mengejek, dan mencela. (31:18)
  • ·       Ajarkan anak untuk selalu merendahkan diri ketika berjalan, apalagi di hadapan orang-orang yang lebih tua darinya. Dan juga ajarkan untuk tidak mengangkat suara tanpa kebutuhan dan tak berkata kotor, karena suara keras tanpa keperluan dan kata kotor itu bukanlah akhlak yang baik dan cenderung merendahkan wibawa. (31:19)

Aku ingin menceritakan dampak dari penanaman akhlak sejak kecil. Contohnya, kisahku sendiri. Saat dulu aku masih kecil, sekitar umur 6 tahunan, orang tuaku pernah melarangku untuk berhenti bermain dengan perempuan. Meskipun saat itu aku tak tahu mengapa, hanya alasan karena mereka bukan mahram, padahal waktu itu sebenarnya boleh-boleh saja berpegang dengan lawan jenis karena belum baligh. Tapi itu sangat membekas padaku hingga hari ini, aku sulit sekali bergaul dengan perempuan, untuk sekedar bercakap pun susah, apalagi saling menggenggam tangan, rasanya amat bersalah. Kadang kuberpikir bahwa "ini membuatku sulit untuk bisa bergaul dengan perempuan." Tapi hikmah dari sana, aku mampu menjaga perasaan suka pada perempuan dengan batasan-batasan sehingga tidak pernah sampai derajat pacaran, Alhamdulillah. Kemudian dulu orang tuaku pula amatlah keras dalam melarangku untuk tidak berkata kasar—sebenarnya tidaklah keras, hanya ucapan "jangan" yang tertanam sehingga merasa canggung dan berat lidah ini saat hendak berkata kasar. Keras dalam artian membekas—hingga hari ini, saat aku sudah mulai bebas dan jauh dari orang tua pun kata "jangan berkata kasar" itu masih ada dan selalu menghalangiku untuk berkata kasar dan membuatku bersalah saat mengucapkannya.

Jadi, yang tertanam dari kecil akan tumbuh hingga besar.

3. Sejarah

Setelah memiliki akidah yang kokoh dan akhlak yang luhur, anak haruslah diajarkan sejarah. Untuk apa belajar sejarah? Ingatlah kata Ir. Soekarno, "Jas Merah. Jangan lupakan sejarah." Sejarah akan berulang dan setiap masalah di masa lalu dapat dipelajari untuk menjadi hikmah ke depannya dan setiap kebaikannya dipelajari agar kita dapat menerawang masa depan kita.

Sejarah mengajarkan kita banyak hal dari hampir segala aspek kehidupan karena sejarah hanya ada ketika manusia ada dan tentunya kehidupan manusia pastilah mengacu pada segala aspek kehidupan.

Manfaat sejarah bagi anak menurutku adalah untuk menentukan minat mereka ke depannya. Jadi, yang dimaksud sejarah di sini adalah kisah-kisah tokoh dunia. Anak biasanya suka membayangkan dirinya seperti siapa yang diidolakannya dari gayanya, tampangnya, sikapnya, dan kecerdikannya. Tapi, aku tak ingin anak itu selalu mengidolakan tokoh fiktif yang hanya menjadi angan-angan dan tak akan pernah tercapai. Anak harus memiliki idola dari tokoh terkemuka sehingga kelak ia akan berusaha mengikuti langkah dari tokoh itu.

Orang tua atau guru harus sering menceritakan kisah-kisah dan menyortirnya sesuai bidangnya agar anak memiliki gambaran umum bila dia menjadi ini akan begitu.

Contohnya, di bidang matematika sebut saja Al-Khawarizmi, kisahkan pada anak bagaimana dia belajar dan bagaimana dia mencapai cita-citanya hingga menjadi matematikawan terkemuka, kisahkan sampai dia mengidolakannya dan ingin menjadi seperti dia. Atau di bidang Islam seperti Imam Syafi'i. Di bidang militer seperti Muhammad Al-Fatih dan para sahabat Nabi. Di bidang penerbangan seperti Abbas Bin Firnas. Atau siapapun itu. Anak harus memiliki idola dari tokoh nyata. Cita-cita anak akan muncul tatkala mereka punya gambaran diri mereka di masa depan melalui tokoh-tokoh yang meraka idolakan untuk menjadi siapa mereka. Jadi, manfaat sejarah yang kupaparkan di sini adalah membangun minat belajar anak dan cita-cita mereka agar lebih fokus meniti jalannya serta punya tujuan yang jelas.

***

Ketiga prinsip dasar ini harus ditanamkan sejak kecil, baik oleh guru ataupun orang tua. Ajarkan mereka tentang ketiga hal ini dengan menarik hingga tertancap kuat di hati mereka. Akidah yang baik akan memunculkan akhlak yang mulia, dan kedua hal itu akan menjaga mereka dan mampu memilah mana yang baik dan buruk, mulai dari lingkungannya, pelajaran yang hendak ia pelajari, dan sejarah yang mereka ketahui. Memang, dalam kisah tokoh dahulu pun tak terlepas dari masalah, terutama tokoh-tokoh non-muslim yang memang sifat mereka jauh dari nilai Islam walaupun kecerdasan mereka luar biasa. Bila anak punya akidah yang kokoh, dia tak akan mengambil pemikiran menyimpang dari tokoh non-muslim itu. Dan bila anak punya akhlak yang mulia, dia tak akan mengambil sifat buruk dari tokoh itu.

Tiga prinsip ini hanyalah dasar dan bukan berarti pelajaran lain tidak dipelajari. Tiga prinsip ini kupikirkan adalah sebagai modal dasar semangat anak dalam belajar dan menjaga sikapnya di masyarakat nantinya. Pelajaran lain harus diajarkan untuk menambah wawasan anak. Anak adalah investasi terbaik untuk orang tuanya dan masa depan negerinya, maka harus dipersiapkan sejak dini.

Mengapa Al-Qur'an tidak masuk tiga prinsip ini?

Aku tak memasukkan Al-Qur'an dalam tiga prinsip ini karena Al-Qur'an itu adalah dasar dari segalanya. Al-Qur'an wajib dipelajari oleh setiap muslim dan Al-Qur'an pula adalah dasar dari ketiga prinsip dasar ini. Al-Qur'an tentu saja mengajarkan kita akidah yang benar. Al-Qur'an menganjurkan kita untuk berakhlak yang mulia. Al-Qur'an banyak menceritakan kisah masa lalu untuk diambil hikmahnya dan itulah pelajaran sejarah dalam Al-Qur'an. Jadi, bagaimana Al-Qur'an itu masuk ke ketiga prinsip ini sedangkan itu adalah dasar dari semua ini.

Jadi, untuk menanamkan ketiga prinsip dasar ini kepada anak tentunya harus dibarengi dengan mempelajari Al-Qur'an. Perintahkan anak untuk rajin membacanya, menghafalnya, dan berusaha mengamalkannya. Pengamalan minimal adalah berakhlak mulia karena itu adalah cerminan dari Al-Qur'an dan Islam.

***

Pada akhirnya, kita selalu mengharapkan ada generasi penerus yang unggul. Generasi itu akan unggul tentunya dengan pendidikan. Tapi, masalah pendidikan di Indonesia ini sangat banyak. Maka, ini adalah opiniku untuk berkontribusi mencari solusi untuk pendidikan Indonesia. Aku berharap ada orang yang mau menambah tips-tips, cara-cara, prinsip baru, dan metode terbaik untuk menyempurnakan pendapatku ini. Dan terakhir, kita berdoa agar generasi ini segera pulih dari kerusakan moral, penyakit kebodohan, dan lemah mudah terbawa arus keburukan. Indonesia butuh manusia unggul yang bermekaran di antara bunga-bunga layu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pemilu (dari mata orang sok tahu)

Mimpi Untuk Cianjur

Penghargaan Yang Bukan Penghargaan (Mencari Hakikat Prestasi & Apresiasi)