3 Prinsip Dasar Pendidikan
- Dapatkan link
- Aplikasi Lainnya
Pendidikan
sudah menjadi nama yang tak membekas di dahi para pelajar. Bahkan para
pendidiknya pun butuh diajar. Entah rencana siapa, tapi serasa ada yang
mengaturnya untuk menghancurkan akal sehat dan membuang ilmu ke selokan. Dasar konspirator! Tapi dirasa
memang ada atau karena sudah terlalu rusak generasi ini. Entahlah.
"People are not educated on how to think, they are educated on what to think." Begitu kata Gamal dalam video di kanal YouTube miliknya.
Mungkin bukan
untuk zaman sekarang saja, tapi dari dahulu pun masalah pendidikan selalu
menjadi suatu hal yang dipikirkan. Setiap zaman pasti punya metodenya
tersendiri, seperti Yunani kuno yang tidak senang mengapresiasi karya karena
menurut mereka "Itu akan menciptakan ketidakseimbangan cita sehingga orang
menujukan karya untuk dirinya dan apresiasinya, bukan untuk Athena."
Mereka menuntut karya haruslah ditujukan untuk kota, bukan kepentingan pribadi.
Meskipun
pendidikan selalu dipertanyakan. Tapi, menurutku ada sebuah kesalahpahaman yang
jelas bahwa pendidikan hanya dibatasi oleh lembaga dan mengganggap bahwa itu
adalah tanggungjawab para guru di sekolah. Pendidikan adalah kewajiban setiap
orang dan pendidikan tak sebatas penyampaian materi ajar dan sudah. Pendidikan
mencakup moral, pola pikir, pengetahuan, dan gaya hidup. Maka, pendidikan itu
kewajiban guru sebagai penyampai bahan ajar, orang tua sebagai pembentuk moral,
lingkungan sebagai sumber gaya hidup, dan buku sebagai pencipta pola pikir.
Dari mirisnya
dunia pendidikan kini, aku ingin menyampaikan opiniku tentang perkara ini. Aku
sebenarnya tak pantas untuk membangun opini masyarakat karena bukan ahli, tapi
beropini adalah bagian dari kebebasan berpendapat. Aku pun pelajar dan masih
memungkinkan untuk menggali lebih dalam kekurangan dunia pendidikan dan
membenahinya. Dan dikarenakan aku pelajar, maka opini ini pastilah memiliki
kekurangan dan wajid didiskusikan.
***
Setiap orang
memiliki konsepnya sendiri dalam menentukan prinsip dasar pendidikan. Aku
bukanlah seorang guru. Aku pun bukan seorang ahli. Bukan pula peneliti. Tapi,
aku adalah perenung. Aku suka mencermati sekitar dan mencari solusi yang membebani
pikiranku.
Menurutku ada tiga prinsip dasar pendidikan, terutama dalam pendidikan Islam yang harus diutamakan dan diterapkan. Aku menemukan tiga prinsip ini dari hasil membaca kisah sejarah, merenung, dan mencermati lingkungan.
1. Akidah
Islam ini tak serta-merta hanya
sebuah nama agama yang tersemat dalam kartu KTP, atau hanya sekedar “Yakin,
Allah itu ada.” Tapi, haruslah kita mempelajari bagaimana hakikat Islam itu dan
apa konsekuensinya. Islam ini bagai pohon yang punya akar dan cabang-cabang di
atasnya. Akar adalah akidah dan cabang-cabangnya mencakup ibadah, fikih, dan
akhlak.
Allah
berfirman, “Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat
perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan
cabangnya (menjulang) ke langit.” (14:24) Kalimat yang baik ditafsirkan sebagai
kalimat Tauhid, inti dari akidah Islam. Saat akar ini kuat, maka sekencang
apapun badai menerjang pohon akidah, dia tak akan tumbang, paling tidak hanya
cabang-cabangnya saja yang berterbangan sedikit oleh angin.
Aku
pandang penting akidah sebagai dasar prinsip pendidikan bagi anak karena akar
harus ditanam sejak kecil untuk mengkokohkan anak sebelum datang berbagai macam
pemikiran saat dewasa kelak. Belajar akidah yang benar adalah kewajiban bagi
setiap muslim karena bagaimana dia dapat disebut sebagai muslim sebenarnya
sedang dia pun tak tahu apa Islam itu dan bagaimana cara pandangnya. Belajar
akidah pun tak dibatasi umur, tak ada kata terlambat untuk mencari akidah yang
benar, namun belajar akidah sejak kecil akan memudahkan dia menerima makna
akidah itu karena otak yang belum tercampur penyimpangan. Sedangkan orang
dewasa yang matang akalnya akan sulit menerima suatu pemikiran yang berbeda
dengan apa yang dia anut selama ini.
Jarang
sekali kita melihat anak-anak yang mengerti betul akidah yang benar di zaman
ini. Mungkin kita dahulu belajar tentang rukun Iman dan Islam, tapi semua itu
bagai hanya pengetahuan tanpa membekas dalam keseharian. Memang, kita perlu
mengajarkan akidah pada anak dari hal termudah, tapi pendalam dari makna itu
semua diperlukan, terutama memberikan contoh konsekuansi dari akidah itu.
Contohnya, kita
mengajarkan rukun Iman yang pertama: Iman kepada Allah, lalu jelaskan maknanya,
semisal “Kita harus yakin dengan keberadaan Allah. Allah Maha Melihat, Dia
melihat setiap perbuatan kita.” Kemudian berikan contoh, (walau metode ini
mungkin sudah diterapkan) “Misalnya, kamu sedang sendirian di toko dan tak ada
satu orang pun melihatmu, lantas kamu terbesit untuk mencuri. Ingatlah walau
tak ada yang melihat, tapi Allah melihatmu.” Kurang lebih seperti itu, guru
lebih tahu metode terbaik dalam menyampaikan agar lebih mudah dicerna dan
membekas dalam diri anak. Memang terlihat sepele, tapi bila benar penyampaiannya itu akan berdampak
besar pada diri anak. Guru harus menghadirkan spirit agar ilmu itu tersampaikan
dengan baik ke hati murid.
Sebenarnya aku belum pernah meneliti atau mendengar kisah
tentang bagaimana metode pembelajaran akidah kepada anak di negeri Syam, tapi
kulihat bagaimana mereka sangat mengenal Allah di usia yang masih belia,
seperti video viral yang menunjukan anak kecil yang selamat dari reruntuhan
akibat gempa di Suriah dan Turkiye beberapa waktu yang lalu, dia mengucapkan
kata yang mungkin tak terpikirkan oleh kita, “Aku terjebak dan aku belum
sholat.”
Bagaimana orang
tuanya mendidik dia sampai-sampai dia merasa bersalah ketika belum melaksakan
sholat padahal dalam keadaan genting seperti itu, lagi pula dia belum baligh
dan terhalang udzur. Tapi begitulah saat akidah ditancapkan pada anak sejak
dini dengan penyampaian yang baik, akan membekas dalam perilaku dan masa
depannya. Kita harus mencari cara terbaik menyampaikan akidah ini.
Akidah adalah
pondasi awal yang akan membangun dua prinsip dasar setelahnya. Sebagaimana
Lukmanul Hakim mengawali nasihatnya untuk anaknya dengan pembangunan akidah,
”Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (31:13) Mewanti-wanti
anak dari kesyirikan adalah bagian dari penanaman akidah yang benar. Kita tahu
bahwa kesyirikan adalah dosa terbesar dalam Islam yang membuat pelakunya murtad
dan tak diampuni dosanya, kecuali Allah berkehendak lain.
Apa itu akidah?
Akidah
secara bahasa bermakna ikatan karena akidah adalah “Sesuatu yang mengikat pada
hati seseorang kemudian dia melaksakan agama di atas keyakinan itu.” Akidah
menurut syar’i bermakna “Rukun Iman yang enam dan apa-apa yang mengikuti hal
tersebut dari perkara-perkara akidah yang diwajibkan beriman padanya dengan keimanan
yang kuat dan tidak tercampur oleh keraguan.”
Bagaimana akidah yang benar itu?
Akidah
yang benar adalah akidah yang berdasarkan Al-Quran dan Sunnah sesuai pemahaman
generasi awal umat Islam. Akidah yang benar dipahami dengan mendahulukan naql
(dalil syari) daripada akal. Bagaimana cara mencari akidah yang benar? Akidah
yang benar akan sangat ketat dan mencegah serapat-rapatnya pintu kesyirikan dan
inovasi dalam agama demi menjaga kemurnian agama Islam, maka cara mencari
akidah yang benar adalah dengan melihat ciri-ciri tersebut.
Apa manfaat akidah yang benar bagi anak?
Akidah
adalah ilmu yang paling agung dan lebih penting dari apapun, bahkan ibadah
sekalipun. Apa gunanya ibadah sedangkan dia meragukan keyakinan pada Allah dan keberadaan-Nya, atau apa gunanya ibadah tapi tak sesuai tuntunan syariat. Ibadah
itu pada asalnya haram hukumnya sampai datang dalil yang mensyariatkan ibadah
tersebut. Ibadah yang tak
berdasar akan ditolak, sebagaimana disebutkan dalam dalil-dalil syari.
Maka, di sini amatlah penting mencari sekolah atau madrasah yang menanamkan akidah yang benar serta mencari guru yang mumpuni dalam ilmu ini dan mampu menyampaikan dengan baik pada anak secara interaktif yang menyenangkan dan pendekatan yang intensif. Begitu pula peran orang tua yang harus lebih dulu mengenal akidah yang benar. Maka, persiapan sebelum menikah itu tak hanya soal mengatur cinta, kesetiaan, hak-hak suami-istri, tapi yang lebih penting dari itu adalah menyiapkan pendidikan yang terbaik bagi anak yang akan menjadi investasi dunia-akhirat. Orang tua adalah sekolah pertama dalam hidup anak. Orang tua yang harusnya menjadi yang pertama dalam menanamkan akidah yang benar.
2. Akhlak
Setelah akidah, yang harus
ditanamkan pada anak adalah akhlak. Pembentukan akhlak akan mudah saat punya akidah
yang kuat. Telah disebutkan bahwa manfaat akidah adalah menjaga dari
kemaksiatan dan akhlak yang buruk adalah bentuk kemaksiatan.
Bila
di Barat, mereka tak peduli dengan moral siswanya, yang penting cerdas, pintar,
dan punya gelar yang tinggi. Maka, dalam Islam kita diajarkan untuk
menggabungkan antara ilmu dan moral. Contohnya, dalam ilmu hadits, seorang tak
diterima riwayat hadistnya bila dia pembohong bahkan walau sekali dalam
hidupnya. Moral dalam Islam menjadi amatlah sakral dan wajib sekali dimiliki
oleh setiap penuntut ilmu. Bahwa keberkahan adalah kunci sukses kehidupan dan
moral yang buruk akan menghilangkan keberkahan. Keyakinan itulah yang membuat
moral disakralkan agar tumbuh luhur dan ilmu pun tak disalahgunakan.
Itulah mengapa akhlak menjadi
prinsip dasar pendidikan anak karena Islam adalah agama yang mendahulukan
akhlak dalam segala bentuk kehidupan. Sebagai agama yang rahmatanlil'alamin,
maka seorang muslim wajib menunjukkan akhlak yang baik sebagai media dakwah.
Sama halnya
dengan akidah, akhlak pun harus diajarkan sejak dini agar menjadi kebiasaan
yang menempel pada diri anak. Akidah yang benar akan memunculkan akhlak yang
mulia, namun akhlak pun tetap harus diajarkan pada anak agar dia tahu
langkah-langkah menjadi orang yang berbudi luhur, tahu bagaimana bercakap pada
yang tua, bergaul dengan yang sepantaran, berlemah lembut dengan yang lebih
muda.
Imam Al Ghazali menjelaskan bahwa “Akhlak adalah salah satu sifat yang tertanam di dalam jiwa manusia yang dapat menimbulkan suatu perbuatan yang mudah dilakukan tanpa adanya pertimbangan pemikiran lagi.” Atau dalam artian lain, akhlak adalah perilaku spontan seseorang dari dalam dirinya.
Sebuah sifat
atau perilaku akan menjadi tindakan spontan tatkala dia memiliki kesadaran dan
sudah terbiasa melakukan hal tersebut. Dan ini adalah jawaban dari mengapa anak
muda sekarang tak malu untuk melakukan perilaku menyimpang padahal di hadapan
orang ataupun dia sebarkan sendiri? Ya, karena mereka melakukan itu dengan sukarela,
tanpa paksaan dan rasa malu melakukannya, mereka sudah terbiasa dengan tindakan
tersebut sehingga merasa bahwa apa yang mereka lakukan adalah lumrah saja.
Itulah saat akhlak yang buruk telah menjamur menjadi sifat yang sulit
dihapuskan.
Maka, untuk
mengubah akhlak yang buruk menjadi baik itu amatlah sulit bagi remaja, tapi
mudah bagi anak-anak. Oleh karena itu, pendidikan haruslah dimulai dengan
penanaman akhlak yang baik, sebagaimana para ulama yang belajar akhlak
bertahun-tahun sebelum ilmu, karena dengannya ilmu itu akan diberkahi.
Pemeran utama dalam
penanaman akhlak mulia ini adalah—sekali lagi—orang tua, karena merekalah
"idola" di mata anaknya. Seseorang yang pasti diikuti langkahnya.
Istilah "like father, like son." itu fakta. Maka, orang tua haruslah
menjadi yang terdepan berperilaku baik dan berbudi luhur. Saat orang tua
memiliki budi yang luhur, maka "buah tak akan jatuh jauh dari
pohonnya."
Kemudian,
harusnya bergaul baik dengan anak dan tahu ucapan apa dan perbuatan apa yang
membuat anak itu merasa tersakiti. Mungkin, waktu kecil dia masih bisa merengek
dan mengiyakan saja. Tapi, tatkala besar dia akan mampu mencari pelampiasan
lain untuk masalahnya. Rata-rata orang yang berakhlak buruk adalah karena orang
tua yang tak menunjukkan kasih sayang, kurang memperhatikan anak, akhlak orang tua yang buruk atau sering mengucapkan bahasa-bahasa yang tak disadari itu
menyakiti hati anak, dan yang lebih parah adalah keluarga berantakan (broken
home) sehingga anak lari dari rumah untuk mencari orang lain yang mampu
"menerimanya" apa adanya. Akhlak anak akan muncul tatkala dia merasa
dihargai oleh orang tuanya. Penghargaan yang baik bukanlah hadiah berbentuk
materi, tapi menunjukan cinta pada mereka dan memberi tepuk tangan pun adalah
berharga dan sebuah penghargaan.
Setelah orang
tua menjadi teladan bagi anaknya, barulah mereka mengajarkan anak tentang bagaimana
akhlak mulia itu. Dimulai dari sifat jujur. Kejujuran adalah pangkal kebaikan,
segala kebaikan datang tatkala seseorang jujur. Dan bohong adalah pangkal dari
keburukan, maka tak heran anak yang buruk akhlaknya adalah rata-rata pembohong.
Kejujuran ditanamkan pada anak dengan: Pertama, jangan berkata bohong pada anak
meskipun untuk menghibur, contohnya menipu anak dengan permen yang tidak ada
untuk menghentikan tangisannya. Kedua, orang tua harus sering menceritakan
kisah-kisah nyata dari orang-orang hebat, bukan khayalan atau mitos setempat
walau berisikan faedah. Ketiga, orang tua harus menjadi panutan anak dalam
berperilaku jujur, jangan sampai anak diajarkan kejujuran tapi suatu ketika dia
melihat orang tuanya yang justru berbohong demi suatu kepentingan.
Ajarkan pula
adab-adab dalam Islam, semisal larangan jangan berkata kasar dan membatasi
bergaul dengan lawan jenis. Atau mengajarkan pada anak akhlak yang mulia sesuai dengan urutan yang
disampiakan oleh Lukmanul Hakim ketika menasihati anaknya:
- · Ajarkan pada anak untuk selalu bersyukur atas
apa yang orang tuanya dan dia miliki, karena sumber kebahagian ada pada syukur
dan sabar. (31:14)
- ·
Ajarkan anak untuk bersikap baik pada orang
tua sebagaimana Lukmanul Hakim berkata pada anaknya untuk tidak bersikap keras
walau orang tuanya berbuat kesyirikan, akan tetapi perlakukan keduanya dengan
baik dan tetap taati mereka selama mereka tak menyuruh anak untuk berbuat
maksiat pada Allah. (31:15)
- ·
Ajarkan anak untuk selalu meneladani
orang-orang saleh melalui kisah mereka yang kita sampaikan. (31:15)
- ·
Ajarkan anak untuk selalu berhati-hati pada
keburukan yang dianggap sepele dan jangan pula menyepelekan perbuatan baik yang
kecil, karena sebesar biji sawi dari sebuah perbuatan akan
dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. (31:16)
- ·
Ajarkan anak untuk selalu mendirikan sholat,
karena sholat yang benar menjaga anak dari perbuatan keji dan mungkar. Kemudian
ajarkan untuk berani menyeru pada kebaikan dan mencegah kemungkaran di
sekelilingnya, minimal di lingkungan keluarga. Dan ajarkan pula untuk selalu
bersabar dari setiap masalah, karena anak yang tidak diajarkan sabar, dia akan
mudah depresi dan stres ketika ada masalah. (31:17)
- ·
Ajarkan anak untuk tidak bersikap sombong atas
apa yang dia miliki, karena kesombongan akan membuat anak rakus dan boros, dan
tak punya sifat sederhana, serta membuat dia selalu merendahkan orang lain,
membully, mengejek, dan mencela. (31:18)
- ·
Ajarkan anak untuk selalu merendahkan diri
ketika berjalan, apalagi di hadapan orang-orang yang lebih tua darinya. Dan
juga ajarkan untuk tidak mengangkat suara tanpa kebutuhan dan tak berkata
kotor, karena suara keras tanpa keperluan dan kata kotor itu bukanlah akhlak
yang baik dan cenderung merendahkan wibawa. (31:19)
Aku ingin menceritakan dampak dari penanaman akhlak sejak
kecil. Contohnya, kisahku sendiri. Saat dulu aku masih kecil, sekitar umur
6 tahunan, orang tuaku pernah melarangku untuk berhenti bermain dengan
perempuan. Meskipun saat itu aku tak tahu mengapa, hanya alasan karena mereka
bukan mahram, padahal waktu itu sebenarnya boleh-boleh saja berpegang dengan
lawan jenis karena belum baligh. Tapi itu sangat membekas padaku hingga hari
ini, aku sulit sekali bergaul dengan perempuan, untuk sekedar bercakap pun
susah, apalagi saling menggenggam tangan, rasanya amat bersalah. Kadang
kuberpikir bahwa "ini membuatku sulit untuk bisa bergaul dengan
perempuan." Tapi hikmah dari sana, aku mampu menjaga perasaan suka pada
perempuan dengan batasan-batasan sehingga tidak pernah sampai derajat pacaran,
Alhamdulillah. Kemudian dulu orang tuaku pula amatlah keras dalam melarangku
untuk tidak berkata kasar—sebenarnya tidaklah keras, hanya ucapan
"jangan" yang tertanam sehingga merasa canggung dan berat lidah ini
saat hendak berkata kasar. Keras dalam artian membekas—hingga hari
ini, saat aku sudah mulai bebas dan jauh dari orang tua pun kata "jangan
berkata kasar" itu masih ada dan selalu menghalangiku untuk berkata kasar
dan membuatku bersalah saat mengucapkannya.
Jadi, yang tertanam dari kecil akan tumbuh hingga besar.
3. Sejarah
Setelah memiliki akidah yang kokoh dan akhlak yang luhur, anak haruslah diajarkan sejarah. Untuk apa belajar sejarah? Ingatlah kata Ir. Soekarno, "Jas Merah. Jangan lupakan sejarah." Sejarah akan berulang dan setiap masalah di masa lalu dapat dipelajari untuk menjadi hikmah ke depannya dan setiap kebaikannya dipelajari agar kita dapat menerawang masa depan kita.
Sejarah mengajarkan kita banyak hal dari hampir segala
aspek kehidupan karena sejarah hanya ada ketika manusia ada dan tentunya
kehidupan manusia pastilah mengacu pada segala aspek kehidupan.
Manfaat sejarah
bagi anak menurutku adalah untuk menentukan minat mereka ke depannya. Jadi,
yang dimaksud sejarah di sini adalah kisah-kisah tokoh dunia. Anak biasanya suka membayangkan
dirinya seperti siapa yang diidolakannya dari gayanya, tampangnya, sikapnya,
dan kecerdikannya. Tapi, aku tak
ingin anak itu selalu mengidolakan tokoh fiktif yang hanya menjadi angan-angan
dan tak akan pernah tercapai. Anak harus memiliki idola dari tokoh terkemuka
sehingga kelak ia akan berusaha mengikuti langkah dari tokoh itu.
Orang tua atau
guru harus sering menceritakan kisah-kisah dan menyortirnya sesuai bidangnya
agar anak memiliki gambaran umum bila dia menjadi ini akan begitu.
Contohnya, di bidang matematika sebut saja Al-Khawarizmi,
kisahkan pada anak bagaimana dia belajar dan bagaimana dia mencapai
cita-citanya hingga menjadi matematikawan terkemuka, kisahkan sampai dia mengidolakannya dan ingin
menjadi seperti dia. Atau di bidang Islam seperti Imam Syafi'i. Di bidang militer
seperti Muhammad Al-Fatih dan para sahabat Nabi. Di bidang penerbangan seperti
Abbas Bin Firnas. Atau siapapun itu. Anak harus memiliki idola dari tokoh
nyata. Cita-cita anak akan muncul tatkala mereka punya gambaran diri mereka di masa depan melalui tokoh-tokoh yang meraka idolakan untuk menjadi siapa mereka. Jadi, manfaat sejarah yang kupaparkan di sini adalah
membangun minat belajar anak dan cita-cita mereka agar lebih fokus meniti
jalannya serta punya tujuan yang jelas.
***
Ketiga prinsip
dasar ini harus ditanamkan sejak kecil, baik oleh guru ataupun orang tua.
Ajarkan mereka tentang ketiga hal ini dengan menarik hingga tertancap kuat di
hati mereka. Akidah yang baik akan memunculkan akhlak yang mulia, dan kedua hal
itu akan menjaga mereka dan mampu memilah mana yang baik dan buruk, mulai dari
lingkungannya, pelajaran yang hendak ia pelajari, dan sejarah yang mereka
ketahui. Memang, dalam kisah tokoh dahulu pun tak terlepas dari masalah,
terutama tokoh-tokoh non-muslim yang memang sifat mereka jauh dari nilai Islam
walaupun kecerdasan mereka luar biasa. Bila anak punya akidah yang kokoh, dia
tak akan mengambil pemikiran menyimpang dari tokoh non-muslim itu. Dan bila
anak punya akhlak yang mulia, dia tak akan mengambil sifat buruk dari tokoh
itu.
Tiga prinsip ini hanyalah dasar dan bukan berarti pelajaran lain tidak dipelajari. Tiga prinsip ini kupikirkan adalah sebagai modal dasar semangat anak dalam belajar dan menjaga sikapnya di masyarakat nantinya. Pelajaran lain harus diajarkan untuk menambah wawasan anak. Anak adalah investasi terbaik untuk orang tuanya dan masa depan negerinya, maka harus dipersiapkan sejak dini.
Mengapa Al-Qur'an tidak masuk tiga prinsip ini?
Aku tak memasukkan Al-Qur'an dalam
tiga prinsip ini karena Al-Qur'an itu adalah dasar dari segalanya. Al-Qur'an
wajib dipelajari oleh setiap muslim dan Al-Qur'an pula adalah dasar dari ketiga
prinsip dasar ini. Al-Qur'an tentu saja mengajarkan kita akidah yang benar.
Al-Qur'an menganjurkan kita untuk berakhlak yang mulia. Al-Qur'an banyak menceritakan kisah masa lalu
untuk diambil hikmahnya dan itulah pelajaran sejarah dalam Al-Qur'an. Jadi,
bagaimana Al-Qur'an itu masuk ke ketiga prinsip ini sedangkan itu adalah
dasar dari semua ini.
Jadi, untuk
menanamkan ketiga prinsip dasar ini kepada anak tentunya harus dibarengi dengan
mempelajari Al-Qur'an. Perintahkan anak untuk rajin membacanya, menghafalnya,
dan berusaha mengamalkannya. Pengamalan minimal adalah berakhlak mulia karena
itu adalah cerminan dari Al-Qur'an dan Islam.
***
Pada akhirnya,
kita selalu mengharapkan ada generasi penerus yang unggul. Generasi itu akan
unggul tentunya dengan pendidikan. Tapi, masalah pendidikan di Indonesia ini
sangat banyak. Maka, ini adalah opiniku untuk berkontribusi mencari solusi
untuk pendidikan Indonesia. Aku berharap ada orang yang mau menambah tips-tips,
cara-cara, prinsip baru, dan metode terbaik untuk menyempurnakan pendapatku
ini. Dan terakhir, kita berdoa agar generasi ini segera pulih dari kerusakan
moral, penyakit kebodohan, dan lemah mudah terbawa arus keburukan. Indonesia
butuh manusia unggul yang bermekaran di antara bunga-bunga layu.
- Dapatkan link
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar