Ramadhan Di Mata 2 Kriteria Penyambutnya
- Dapatkan link
- Aplikasi Lainnya
Ramadhan adalah momen yang harus kita pergunakan dengan
sebaik-baiknya guna mendapatkan keutamaan-keutamaan yang sudah tak asing di telinga
kita dan digaungkan berkali-kali oleh para ustadz di masjid-masjid. Ramadhan
itu bagaikan tamu pembawa banyak oleh-oleh yang menarik dan langka, dia memiliki
syarat yang harus dipenuhi oleh penyambut bila ingin mendapatkan oleh-oleh
tersebut. Dia hanya datang setahun sekali dan hanya singgah untuk satu bulan
saja. Sungguh waktu yang singkat. Terdapat dua kriteria penyambut Ramadhan yang
keduanya memiliki perbedaan yang sangat signifikan, mereka adalah orang fasik
dan orang takwa.
1. Sang Penyambut yang bertakwa
Definisi takwa
adalah yang mengerjakan kewajiban semampunya dan menjauhi larangan dengan
sungguh-sungguh. Sang Penyambut yang bertakwa akan mempersiapkan jauh-jauh hari
sejak bulan Rajab atau bahkan lebih dari itu. Dia berkemas diri dan menghiasi harinya
dengan berpuasa sunnah sebagai latihan untuk menghadapi tamu istimewa. Dia
banyak-banyak mempelajari apa saja hal-hal yang membuat Ramadhan senang dan
memberikan hadiah istimewanya. Dia selalu berdoa agar Ramadhan memeluknya
erat-erat. Dia berusaha untuk tidak meninggalkan kewajibannya dan ditambah dengan
sunnah-sunnah sebagai bekal tambahannya agar menjadi habit yang sudah
tak lagi berat dilakukan saat berhadapan dengan Ramadhan. Dia pula meninggalkan
dengan sungguh-sungguh larangan-larangan Allah ﷻ
yang akan mengotori hatinya dan langsung bersimpuh di hadapan Rabbnya bila
berbuat salah.
Saat tamu itu datang, dia dengan
suka cita menyambutnya. Dia sucikan hati, pakaian, dan badannya dari noda-noda
agar Ramadhan dengan senang hati memeluknya. Dia laksanakan segala syarat agar
mendapatkan hadiah-hadiah yang diberikan olehnya. Dia melaksakan puasa tanpa
paksaan dan sholat tarawih dengan khusyuk agar mendapatkan ampunan dari Allah ﷻ untuk dosanya yang telah lalu. Dia membaca
Al-Quran dan mentadabburinya sebagai caranya menghargai tamunya ini yang mana Al-Quran
turun kepada Rasulullah ﷺ saat
tamu ini datang. Dia gunakan waktunya dengan sebaik-baiknya hingga tak terlewat
satu menit pun kecuali terdapat kebaikan di dalamnya. Dia gunakan waktu siangnya
untuk belajar, berdzikir, bersilaturahmi dengan kerabat, mencari penghidupan,
dan atau tidur untuk mengembalikan tenaga menyiapkan untuk ibadah. Tak ada
waktu yang terbuang sia-sia saat tamu itu ada. Dia gunakan waktu malamnya untuk
dihidupkan oleh lantunan Al-Quran. Saat tiba 10 malam terakhir tamu itu tinggal
bersamanya, dia tingkatkan produktifitas ibadahnya karena di antara 10 malam
itu, Ramadhan memberikan misteri bagi siapa yang berhasil beribadah dengan giat
dengan mendapatkan pahala setara dengan 1000 bulan, yaitu malam Lailatul Qadr.
Ramadhan menyembunyikan malam itu agar Sang Penyambut itu selalu semangat
setiap saat. Dia tak merasa berat dengan syarat-syarat itu demi meraih segala
keutamaan yang langka itu.
Saat hari terakhir tamu itu singgah
bersamanya, dia gaungkan takbir dengan mulut dan hatinya. Hatinya berat
berpisah sekaligus bahagia karena Hari Raya sebentar lagi datang. Dia menangisi
kepergiannya dengan senyuman kebahagiaan menyambut hari kemenangan. Dia
tunaikan zakat sebagai persembahan terakhir untuk tamu itu. Dan pada akhirnya
Ramadhan itu pergi dan melambaikan tangan dan mengucap, “Semoga kita bertemu kembali.”
Tapi umur tak ada yang tahu, dia hanya berharap dan berdoa. Sebelum pergi,
Ramadhan memberikan hadiahnya, yaitu suci kembali di hari kemenangan seperti bayi
yang baru terlahir ke bumi. Dan tamu itu pun memberikan bekas yang mendalam
sehingga saat tamu itu pun pergi Sang Penyambut yang bertakwa ini tetaplah
menjalankan rutinitas positif yang telah dibangun selama tamu itu datang.
2. Sang Penyambut yang fasik
Definisi fasik
adalah orang yang banyak berlaku dosa, terutama dosa-dosa besar. Sang Penyambut
yang fasik tak punya persiapan di hari sebelum kedatangan tamu istimewa ini.
Dia hiasi hari-hari dengan foya-foya dan jarang beribadah. Al-Quran sama sekali
tak tersentuh dan tulisannya itu asing baginya. Setan bersekongkol dengannya
agar saat dia dibelenggu selama Ramadhan, orang ini tetap dapat melakukan
maksiat, yaitu dengan menyiapkan hawa nafsunya agar menjadi bekal setan memperdaya
dari balik jeruji besi. Saat Ramadhan tiba, dia bersuka cita menyambutnya karena
tamu ini membawa oleh-oleh langka yang hanya ada padanya tapi dia sama sekali tak
membersihkan hati, badan, dan pakaiannya. Maka, senyuman misteriusnya itu disambut
dengan pelukan terpaksa dari sang tamu ini.
Selama tamu ini berada di sisi Sang
Penyambut yang fasik ini, dia tak merasa betah, dia hendak segera pergi.
Ramadhan baginya akan terasa singkat, walaupun demikian Sang Penyambut tetaplah
menikmati barang bawaanya. Dia menikmati malam-malam yang hidup dengan bukan
beribadah, akan tetapi dengan nongkrong di kafe, tawuran, pacaran, dan maksiat
lainnya. Dia nikmati siangnya dengan mengkhianati syarat dari tamu itu, yaitu
puasa, dia enggan berpuasa, dia berpuasa di hadapan manusia dan berbuka di
balik punggung mereka. Atau dia gunakan untuk tertidur pulas hingga sore hari
agar kuat bergadang menikmati malamnya yang hidup. Atau dia gunakan untuk menonton
film, mendengarkan musik, bermain game dengan alasan agar waktu itu terpangkas
dengan cepat. Ramadhan jenuh melihatnya, ingin segera pergi bersama waktu yang
tak terasa cepatnya. Ramadhan mungkin bisa memberikan suasana yang berbeda,
akan tetapi keutamaannya tak akan pernah diberikan padanya. Sang Penyambut ini
memperlakukan bulan Ramadhan seperti bulan-bulan lainnya. Dia mengistimewakannya
karena sudah menjadi budaya yang sudah mengakar pada kebanyakan orang. Dia menikmati
suasana tanpa ada dampak positif yang dia ambil. Dia buang waktu, jauh dari
ibadah, jauh dari produktifitas positif. Dia sebenarnya membenci Ramadhan dari
belakang dan mencintai dari depan. Dia merasa terkekang dengan kewajiban yang
datang bersamanya dan ingin segera lepas. Tapi dia pula mencintai event-event
yang hanya ada di bulan ini sebagai bahan cerita bagi dirinya saja.
Saat Ramadhan hendak pergi, dia
bersuka ria dengan bertakbir yang bukan dari hatinya, dia bertakbir hingga
larut malam dan meninggalkan sholat id di esok harinya. Dia lupa pula
mempersembahkan zakat karena sebenarnya dia sendiri tak paham tentang kewajiban
itu. Ramadhan pergi tanpa memberikan bekas apapun, ampunan tak didapat,
kesucian di Hara Raya tak dapat, kebaikan tak membekas dan kembali pada rutinitas
seperti hari-hari biasa di mana dia lalai dari mengingat kewajiban terhadap
Tuhannya.
رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ
“Betapa banyak
orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali
rasa lapar dan dahaga.”[1] Begitulah yang disabdakan oleh Nabi ﷺ
tentang orang-orang yang merugi di bulan Ramadhan.
رَغِمَ أَنْفُ عَبْدٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ فَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ
“Sungguh sangat merugi seseorang yang ia masuk kedalam bulan
Ramadhan lalu tidak diampuni dosanya.”[2]
Dia memasuki Ramadhan tanpa mendapatkan pahala dan keluar
tanpa mendapatkan ampunan. Saat Hari Raya tiba, dia senang karena telah lepas
dari kekangan dan kewajiban-kewajiban itu. Dia hanya disibukkan dengan
menghitung ampau dan lupa menghitung pahala. Dia berharap tamu itu kembali
padanya, namun Ramadhan hanya mengucapkan, “Semoga ku tak bertemu denganmu lagi.”
Dia lewati Ramadhan seakan dia yakin bahwa umur akan memberikannya kesempatan
untuknya kembali bertemu.
Kesimpulan
Sekarang,
siapakah kita? Apakah kita termasuk orang pertama atau orang kedua? Atau berada
di pertengahan antara keduanya? Jawaban ada di hati kita masing-masing. Tinggallah
kita mengintropeksi diri kita sejauh mana kita telah mengistimewakan tamu ini
dengan pengistimewaan yang didambakan oleh Ramadhan. Masih ada waktu untuk kita
memperbaiki apa yang kurang sebelum datang saatnya Ramadhan itu pergi dan kita
tak mampu bertemu kembali. Kita tak mampu menebak umur, tak dapat membaca Lauh Mahfudz.
Yang kita bisa hanyalah memaksimalkan diri kita dalam mencapai kecintaan Allah
memalui taat pada-Nya.
Bulan ini
adalah bulan ampunan, maka mintalah ampunan pada Allah ﷻ
agar keluar dari Ramadhan kita dalam keadaan suci kembali.
Bulan ini
adalah bulan rahmat, maka mintalah rahmat Allah ﷻ
agar kita selalu berada di bawah lindungan kasih sayang-Nya yaitu berada dalam
kebaikan sepanjang hidup kita.
Bulan ini
adalah bulan dibukakan lebar-lebar pintu surga, maka perbanyaklah ibadah dan
doa sebagai wasilah kita mendapatkan tiket untuk memasuki surganya Allah ﷻ.
Bulan ini adalah
bulan ditutupnya rapat-rapat pintu neraka, maka jauhkanlah segala larangan
Allah ﷻ sebagai pembuktian kita terhadap-Nya bahwa
kita yakin akan keberadaan neraka dan menunjukkan rasa takut akan azab-Nya dan
berharap dijauhkan dari siksaan-Nya.
Bulan ini
adalah bulan yang istimewa, maka istimewakan dia dengan cara yang dicintai oleh
Allah ﷻ dan rasul-Nya ﷺ yaitu sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan Sunnah.
Semoga di bulan
Ramadhan tahun ini Allah menerima segala amalan ibadah kita dan diampuni segala
dosa kita. Itulah yang selalu kita harapkan. Selamat Ramadhan.
Komentar
Posting Komentar