Melawan Pendukung
- Dapatkan link
- Aplikasi Lainnya
Setiap kali tahun-tahun politik, setiap kali pengesahan undang-undang, turun berduyunduyung manusia menyeruakan aspirasi yang sudah buntu tak ada jalan lain selain berteriak di atas truk di depan gedung pemerintahan. Berteriak sampai beradu banteng dengan aparat, merusak fasilitas umum, membakar ban, dan mencaci-caci. Tikus-tikus vs kucing garong. Mereka bersuara untuk membenahi, untuk perubahan, namun alhasil hanyalah sikap untuk pemerintahan yang bercermin pada rakyat yang sama saja kelakuannya. Memprotes korupsi, tapi terbiasa mencuri. Memprotes kebijakan, dikasih kebijakan yang baik dilanggar. Memprotes wakil rakyat pemain judi dan penonton porno, tapi rakyatnya sendiri pun suka berjudi dan menonton porno.
Politik itu kotor bukanlah alasan untuk tidak terjun ke sana dengan tangan bersihmu. Tapi ketahuilah bahwa tantangan yang kau akan dapati amatlah berat, sistem sudah rusak dan masyarakat menikmati rusaknya sistem itu. Kau ingin membersihkan politik bagaikan kau membersihkan septic tank, kau harus ikut kotor dan lalat pun menghalangimu. Analogi: sistem pembuatan SIM adalah dengan membayar tunai, tak perlu tes kendaraan ataupun tulisan. Bukanlah kecurangan, tapi karena memang mereka menjual kartu. Bukanlah kecurangan, tapi kita dan merekalah yang mau. Andaikata ada sebuah perubahan yang mengharuskan pembuatan SIM adalah tes dan dilarang membayar uang tunai, apakah kau akan protes? Tentu, kita sudah menikmati kecurangan ini dan sistem yang rusak ini, kita ingin mendapatkan SIM instan dan kita pun akan menolak untuk mengikuti tes. Saat kau punya mimpi yang tinggi untuk merubah kondisi masyarakat dan negera, maka kau harus melawan lawan dan pendukungmu. Saat kau hendak membenahi masalah, maka kau harus melawan lawan yang tak setuju dengan pemikiranmu dan pendukung yang tak setuju karena sudah terbiasa dengan yang lama. Masyarakat kita itu senang membenarkan kebiasaan dibandingkan membiasakan kebenaran.
Kau hendak duduk di jabatan, maka perlu ada pendukung yang punya tujuannya di balik suaranya, kau terpaksa mengikuti mau mereka dan harus keluar dari tujuanmu, kau harus bersikap pro pendukung demi suara padahal kau punya cara lain untuk merubah. Aku berbicara soal orang yang murni ingin jabatan untuk kepentingan rakyat. Berpolitik itu harus berkompromi, semakin absolut semakin kau tak perlu kompromi, tapi siapakah kau di mata manusia? Kau butuh kompromi dan seringkali tujuanmu lenyap karena kau harus mengiyakan mau pendukungmu. Jika kau belum paham soal melawan pendukung? Bayangkan kelompok yang menyeruakan khilafah di negeri ini, andaikata mereka mampu mendapatkannya dan menegakkan syariat Islam dengan sepenuhnya, apa yang akan terjadi? Di antara pendukungnya pasti ada yang menolak, misalnya, hukuman rajam bagi pezina, bila dahulu pezina cukup bertaubat tapi sekarang hukuman harus ditegakkan, pasti minimal dalam hatinya ada penolakan karena sudah terbiasa dahulu hukuman itu tidak ada. Bagaimana cara kita tahu akan ada penolakan terhadap syariat saat ditegakkan bahkan oleh pendukungnya? Lihatlah bagaimana masih banyak di antara umat Islam yang membubarkan, mencaci, memarahi, memusuhi orang-orang yang berkata harus kembali pada Al-Quran dan Sunnah, siapakah mereka? Bukankah di antara mereka umat Islam yang pernah turun ke jalan menyeruakan penegakan syariat? Bangsa ini sudah mulai rapuh, padahal belum lama berdiri. Kau bayangkan para pahlawan masih hidup sekarang, pastilah mereka berkata, “Untuk inikah ku berjuangan?” Bangsa kita masih mengedepankan caci dibandingkan motivasi, mengedepankan hinaan dibandingkan nasihat, mengedepankan pukulan dibandingkan salaman, mengedepankan melaknat dibandingkan mendoakan kebaikan dan rahmat, mengedepankan ego dibandingkan kepentingan, mengedepankan merusak dibandingkan menjaga.
Kita ini adalah bangsa yang besar, maka haruslah kau menjadi seorang yang berperan, yang berani melawan bahkan pada pendukungmu. Kembalikanlah akhlak Ibu Pertiwi. Kembalikanlah pemandangan indah yang toleransi, ramah, senang bergotong royong, dan berkasih sayang dari wajah negeri ini. Haruskah kita menahan malu dari sikap-sikap orang yang tak dewasa? Ubahlah bangsa ini dengan ilmu, bukan menyikapi balik dengan cara yang tak ramah. Pemerintahan adalah cerminan rakyatnya, maka berusahalah kau menjadi cerminan baik bagi pemerintahan kita. Kau adalah penerus bangsa, kuyakin. Kau sudah melihat betapa buruknya keadaan, dan seakan tak ada harapan atas nama pemuda untuk bangsa ini, maka kaulah harapan bangsa ini. Kita selalu ingin melihat Merah Putih itu berkibar. Merah tetaplah merah, tidak berubah abu oleh debu, dan Putih tetaplah putih, tidak berubah merah oleh darah.
Komentar
Posting Komentar