Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2023

Mencermati Arti Mukjizat Al-Quran dari Segi Bahasa

Gambar
Diri kita terdiri dari dua hal yaitu jasad dan ruh. Jasad harus diberi gizi yang cukup untuk tumbuh kuat dan gizinya berbentuk materi seperti makanan dan minuman. Begitu juga dengan ruh yang membutuhkan asupan gizi, namun gizinya bukan berbentuk materi melainkan maknawi yaitu hidayah. Sebagaimana Allah memudahkan kita untuk mendapatkan asupan gizi materi bagi jasad kita, Allah juga telah memudahkan kita untuk mendapatkan hidayah itu sebagai asupan gizi maknawi bagi ruh kita, dengan cara diutusnya para rasul untuk menuntun manusia kepada jalan yang benar dan juga diberikan pula pada manusia akal sehat agar mudah untuk meyakini apa yang dibawakan oleh para rasul. Para rasul diutus kepada kaum yang sudah mulai melenceng dari jalan yang benar, seperti kaum Nabi Nuh yang sejak 10 abad menyembah Allah lalu kemudian mereka berpaling menuju penyembahan patung akibat perilaku mereka yang berlebihan terhadap orang saleh, maka Allah pun mengutus Nabi Nuh untuk mengembalikan mereka menuju penyem

Hari Pertama di Mesir

  Matahari terlihat sangat bulat, karena muncul dari dataran luas dengan langit tanpa awan, tak seperti di negeriku yang matahari pagi banyak terhalang oleh pepohonan, bangunan, dan awan. Kami masuk ke lobby selamat dari pengecekan tanpa pembongkaran. Aku merasakan sesuatu yang berbeda sekali, rasa takjub pada diri yang masih tak menyangka bisa pergi ke luar negeri. Di ruang lobby itu kami bingung mencari toilet ataupun musalla untuk sholat subuh, perasaan sangat tak nyaman kami belum melaksanakan sholat sedangkan matahari sudah terbit tinggi. Tapi apa boleh buat, kami tak menemukan toilet di lobby, mungkin karena kami tak paham bagaimana mereka menjelaskan tempat saat kami bertanya. Cairo International Airport tidak semegah dan sebesar bandara Soekarno-Hatta, lebih tepatnya seperti stasiun kereta atau terminal bis. Sudahlah kami menyerah, ayahku bilang, “Udah keluar dulu dari bandara, cari akh Hafidz.” Akh Hafidz adalah anak dari kawan ayahku yang sedang belajar di Mesir dan dia yang

Menuju Negeri Jauh

  Hari itu pun tiba, aku tak bisa tidur malam harinya karena membayangkan suatu hal yang tak terbayangkan sebelumnya: keluar negeri. Perasaanku campur aduk antara sedih dan bahagia, bahagia karena aku akan menemukan dunia baru dan sedih karena akan jauh dari rumahku. Segala persiapan sudahlah matang, koper sudah tertutup rapat. Aku pun bersiap-siap: mandi, mengenakan baju putih dengan jas, menyisir rambut, pokoknya berpenampilan rapih. Aku melihat setiap benda, sudut rumah, dan orang-orang. Sebelumnya aku pergi ke luar untuk membeli sarapan pagi, mengendarai motor aku berpikir bahwa sebentar lagi aku tak lagi di sini, tak lagi melihat orang-orang ini dan tak lagi bisa menikmati nasi uduk ini. Aku pun bersalam-salam dengan orang-orang yang datang untuk mengantarku. Setelah semua siap, barulah kita mulai perjalanan ini. Aku berpamitan dengan kakekku dan itu adalah kewajiban, jauh dari rumah tidaklah menjamin akan bertemu kembali apalagi bertemu dengan kakek yang berumur 90an, aku cium ta

Sebelum Pergi

  Hari-hari setelah rekreasi bersama sahabatku itu hanyalah berdiam diri di rumah menikmati sisa-sisa waktu bersama keluarga, meskipun sesekali keluar rumah atau pergi ke suatu tempat sendirian karena aku adalah orang yang selalu ingin pergi mencari banyak hal, bukan tipikal orang yang menikmati diam di rumah.            Gamila adalah adikku yang selalu menjadi penghiburku ketika di rumah, rasa bosanku hilang ketika aku bermain dengannya. Aku selalu ingin menjadi sosok yang ada di keluarga, bukan untuk mencari perhatian, akan tetapi ingin menikmati hari-hari ini karena aku tahu suatu saat nanti hari ini akan berakhir dan kita sulit bertemu. Aku ingin menjadi sosok kakak yang ada bagi kedua adikku, meskipun Ghiyas lebih suka diam di kamar sehingga aku sulit untuk bergaul dengannya. Adapun Gamila karena dia masih kecil sehingga aku sangat mudah mendekatinya. Sebentar lagi akan pergi untuk waktu yang lama, aku ingin Gamila mengingatku bahwa aku adalah kakaknya yang senatiasa menemani wa

Ujung Genteng

Empat bulan perencanaan pun tiba, kami sudahlah sepakat untuk mengeksekusi rencana kami menjadi realitas yang kelak tak terlupakan. 28 April adalah harinya. Sebelum hari itu, kami bersiap-siap banyak hal dan membagi tugas apa saja yang harus dibawa selama perjalanan yang cukup jauh ini. Aku sebagai supir mobil dan bisa dibilang leader dari rencana ini mendapatkan bagian untuk membawa tenda dan tikar serta rice cooker, Ihsan kutunjuk dia untuk membawa bumbu masak, Altaf disuruh untuk membawa kompor dan nasi, Abdullah harus membawa galon dan panci, Kiki membawa alat masak, Albara membawa makanan pelengkap, Rafi anggota baru dari perjalanan ini dan Dustin harus membawa bola.            Hari Jumat, aku mulai bersiap-siap memasukkan barang-barang yang kubutuhkan selama perjalanan ke dalam mobil, dengan hati yang tak sabar aku ingin segera berangkat untuk bertemu kawan-kawan lain. Sebelum Jumatan, aku sudah berjanji untuk ada di rumah Altaf. Setelah siap semua, dicek kembali barang-barang